Medan | Mar24News.com : Babak baru sidang lanjutan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Labuhanbatu Ir.Muhammad Yusuf Siagian dan eks Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah (Setda) Elida Rahmayanti, yang digelar Kamis (1/2/2024) di ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan dengan agenda pembacaan tuntutan.
Mantan Sekda dan Bendahara Pengeluaran Setda Kabupaten Labuhanbatu masing-masing dituntut agar dipidana 5 tahun penjara terkait dengan raibnya uang persediaan Setdakab Labuhanbatu Tahun Anggaran (TA) 2017). Keduanya juga dituntut pidana denda masing-masing Rp100 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Tim JPU pada Kejari Labuhanbatu Raja Liola Gurusinga didampingi Dimas Pratama dan Basrief Aryanda secara bergantian dalam surat tuntutannya menyebutkan, para terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair.
Yakni Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Salah Gunakan Jabatan
“Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.1.204.309.755. Terdakwa Ir.Muhammad Yusuf Siagian tidak dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) karena tidak ikut menikmati kerugian keuangan negara,” urai Basrief Aryanda.
Sebaliknya, terdakwa Elida Rahmayanti (berkas terpisah) dikenakan pidana tambahan membayar UP kerugian keuangan negara sebesar Rp.1.204.309.755, setelah dikurangkan Rp142.994.500 yang telah dititipkan ke Rekening Penampungan Lain (RPL) Kejari Labuhanbatu.
“Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita kemudian dilelang JPU. Apabila tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 2 tahun dan 3 bulan penjara,” kata Raja Liola Gurusinga.
Majelis Hakim yang diketuai Fauzul Hamdi dan anggota Majelis Hakim Andriansyah dan Husni Tamrin melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengarkan nota keberatan kedua terdakwa maupun tim penasihat hukumnya atas tuntutan yang baru dibacakan tim JPU.
Sebelumnya, dalam rangkaian sidang yang digelar sejak tahun 2023 lalu, Tim JPU dari Kejari Labuhanbatu telah menghadirkan saksi-saksi dan saksi ahli yang kesemuanya menyampaikan bahwa ada kesalahan prosedur dan aturan yang dilanggar yang mengakibatkan raibnya uang persediaan Setda Kabupaten Labuhanbatu.
Dimana, JPU dalam dakwaannya menguraikan, periode bulan Januari hingga Agustus 2017, keduanya tersandung perkara korupsi senilai Rp.1.277.415.505 terkait pengelolaan Uang Persediaan pada Setda Labuhanbatu. Dana bisa dicairkan walaupun tidak dilengkapi dengan Nota Pencairan Dana (DPD).
Tanpa NPD Uang Bisa Cair
Sementara dana yang mengalir ke Setda Kabupaten Labuhanbatu TA 2017 sebesar Rp41.501.923.179. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas / operasional Elida Rahmayanti mengajukan dokumen Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP) ditujukan kepada Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK).
"Selanjutnya diteruskan kepada terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA) SKPD Setda sebesar Rp1,5 miliar," urai Dimas Pratama.
Terdakwa mantan Sekda selaku PA kemudian menandatangani perihal Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP) yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Labuhanbatu dan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan tertanggal 10 Maret 2017.
Lebih lanjut Dimas Pratama menyampaikan, bahwa cara terdakwa selaku PA dan Elida Rahmayanti selaku Bendahara Pengeluaran melakukan penarikan Uang Persediaan pada Setda Labuhanbatu Tahun Anggaran 2017, adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) meminta pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran atas kegiatan yang akan dilaksanakan maupun atas kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Pada agenda sidang sebelumnya, Hakim merasa heran uang Rp712 juta tak jelas arahnya kemana. Saat sidang dengan beberapa saksi terungkap fakta bahwa proses pencairan uang dari Bendahara bisa cair tanpa dilengkapi dokumen Nota Pencairan Dana (NPD). Seharusnya, berdasarkan prosedur dan aturan yang berlaku seharusnya NPD harus lebih dulu diberikan kepada terdakwa mantan Bendahara Elida Rahmayanti, baru bisa dicairkan uang muka kegiatan atau belanja barang.
Fakta yang terungkap dipersidangan justru prosedur itu berulang kali dilanggar dan diabaikan. Saat JPU Raja Liola Gurusinga mencecar saksi Supardi selaku Kabag Protokoler Administrasi membenarkan beberapa permohonan pencairan dana dari bendahara, bisa cair tanpa NPD.
"Kadang kami hanya menunjukkan Surat Perintah (Sprint) perjalanan dinas dari pimpinan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sama Pejabat Penatausahaan Keuangan. Karena kebutuhan mendesak, tanpa ada NPD pun uangnya bisa cair dari bendahara," kata Supardi.
Masih fakta di persidangan, ada keterangan saksi atas nama Ibrahim dan mantan Bendahara Elida (terdakwa), bahwa mereka sering koordinasi dengan Sekda waktu itu di kedai kopi. Termasuk meminta tandatangan surat juga kepada Sekda.
Masih fakta dipersidangan terkait pencairan dana tanpa NPD, sudah dilakukan sampai beberapa kali. Saksi Agus Syahputra selaku ajudan bupati dan anggotanya, Dani yang sempat mengajukan pencairan dana ke bendahara untuk beli buah di kulkas bupati. Dua orang ini telah mengembalikan uang tersebut karena jadi temuan BPK, masing - masing Rp1 juta.
Sidang pekan depan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan nota keberatan kedua terdakwa maupun tim penasihat hukumnya atas tuntutan yang baru dibacakan tim JPU.
Penulis : James P
Editor : Mr Laia