Medan | Mar24News.com : Perikatan adalah suatu kesepakatan atau kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki akibat hukum. Dalam hal ini, setiap pihak harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.Perikatan dapat terbentuk melalui berbagai cara, seperti melalui kontrak, persetujuan, janji, atau akad.
Menurut Prof. Subekti perikatan adalah suatu hubungan antara hukum dua pihak dimana pihak yang satu berhak menuntut prestasi dan pihak lain lagi berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Menurut Pasal 1381 KUH Perdata, hal-hal yang dapat menyebabkan hilangnya suatu perikatan, yaitu antara lain sebagai berikut.
1. Pembayaran
Pasal 1382 KUH Perdata: “Tiap-tiap perikatan dapat diisi oleh siapa saja yang berkepentingan, seperti seseorang yang ikut serta atau seorang penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh pihak ketiga, yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya jika ia menyewakan, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang .”
Pembayaran adalah memberikan prestasi oleh debitur kepada seorang kreditur.
Pengecualian dalam Pasal 1383 yaitu “Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tak dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang berlawanan dengan keinginan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri oleh si usaha.”
2. Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Dengan Penyimpanan.
Pasal 1404 sd 1402 KUH Perdata, Jika kreditur menolak pembayaran dari debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan (consignatie).
“Barang atau uang yang akan dibagikan secara resmi oleh seorang notaris atau juru sita di pengadilan disertai dua orang Saksi. Notaris atau juru sita membuat perincian barang-barang atau uang yang akan menyebarkannya dan pergi ke tempat dimana menurut perjanjian pembayaran harus dilakukan, dan jika tidak ada perjanjian khusus mengenai hal ini, kepada kreditur pribadi atau di tempat tinggalnya. Notaris atau juru sita kemudian memberitahukan bahwa ia atas permintaan debitur datang untuk membayar hutang debitur tersebut, pembayaran mana dilakukan dengan menyerahkan barang atau uang yang dirinci itu.”
3. Pembaharuan Hutang (Novasi)
Pembaharuan utang atau novasi adalah suatu perjanjian yang menghapuskan perikatan lama, tetapi pada saat yang sama menimbulkan perikatan baru yang menggantikan perikatan lama.
Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam inovasi, yaitu;
1. Novasi obyektif,
2. Novasi subyektif pasif, dan
3. Novasi subyektif aktif.
1. Novasi obyektif dapat terjadi dengan mengganti atau mengubah isi daripada perikatan. Penggantian isi perikatan terjadi jika kewajiban debitur untuk memenuhi suatu prestasi tertentu diganti dengan prestasi yang lain. Misalnya, kewajiban menyerahkan sejumlah barang. Novasi obyektif juga dapat terjadi dengan mengubah sebab daripada perikatan. Misalnya, ganti rugi atau dasar onrechtmatige daad diubah menjadi utang utang.
2. Novasi subyektif pasif dapat terjadi dengan cara expromissie dimana debitur semula digantikan oleh debitur yang baru tanpa bantuan debitur lama. Misalnya, A (debitur) berhutang kepada B (kreditur), B membuat perjanjian dengan C (debitur baru) bahwa C akan menggantikan kedudukan A (debitur lama) dan A membebaskan B dari utangnya. Selain itu, novasi subyektif pasif ini dapat terjadi dengan cara delegasi dimana terjadi perjanjian antara debitur, kreditur, dan debitur baru. Misalnya, A (debitur) melakukan pembayaran kepada B (kreditur). Kemudian A mengajukan C sebagai debitur baru kepada B. Antara B dan C dibuat perjanjian bahwa C akan melakukan apa yang harus dilakukan/dipenuhi oleh A.
3. Novasi subyektif aktif selalu merupakan perjanjian bersegi tiga, karena debitur perlu mengikat dirinya dengan kreditur baru. Misalnya, A terutang Rp 100.000,00 kepada B; sedangkan B terutang Rp 100.000,00 kepada C. Dengan perjanjian segi tiga antara A, B, dan C, A menjadi terutang kepada C, sehingga A tidak lagi terutang kepada B dan B tidak lagi terutang kepada C.
Menurut Pasal 1414 KUH Perdata novasi hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk membuat perikatan. Jadi, novasi yang dilakukan oleh orang yang tidak mampu melakukan perikatan, novasi itu dapat dibatalkan.
4. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang
Dalam Pasal 1425 KUH Perdata dijelaskan bahwa: “Jika dua orang saling berhasil satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana hutang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara dan dalam hal-hal yang akan terjadi sesudahnya."
Menurut Pasal 1427 KUH Perdata kedua hutang dapat dijumpakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
A.Hutang kedua harus sama-sama mengenai uang atau barang yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.
B. Kedua hutang seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlah dan seketika dapat dicatat.Jika satu dapat ditagih sekarang sedangkan yang lain baru dapat ditagih satu bulan yang akan datang, sehingga kedua barang itu tidak dapat diperjumpakan.
Menurut Pasal 1429 KUH Perdata perjumpaan utang terjadi dengan tidak dibedakan dari sumber apa utang utang antara kedua bagian pihak itu lahir, kecuali:
A.Apabila diminta pengembalian suatu barang yang berlawanan dengan hukum yang dirampas dari pemiliknya;
B.Apabila diminta pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;
C. Pengaruh suatu hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita.
5. Percampuran Hutang
Pasal 1436 KUH Perdata; “Apabila kedudukan-kedudukan sebagai seorang berpiutang dan orang-orang yang berkumpul berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang, dengan mana penghapusan dihapuskan.” Misalnya, kreditur meninggal dunia sedangkan debitur merupakan satu-satunya ahli waris. Atau debitur kawin dengan kreditur dalam persatuan harta perkawinan. Hapusnya perikatan karena percampuran hutang ini adalah demi hukum.
Selanjutnya, Pasal 1437 KUH Perdata , “Percampuran utang yang terjadi pada debitur utamberlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan hilangnya pokok utang. Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dan pada debitur tanggung-menanggung, tidak berlaku untuk keuntungan para debitur tanggung- menanggung orang lain hingga melebihi bagiannya dalam utang tanggung-menanggung.” Misalnya, jika seorang anak meminjam uang kepada Tantenya sebesar Rp 2 juta dan setelah tantenya yang bujangan itu meninggal dunia, ternyata anak itu ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh tantenya dalam sebuah surat wasiat sehingga ia memperoleh semua harta tantenya, termasuk hak untuk menagih rekening tantenya pada diri anak itu sendiri, terjadi percampuran utang antara dia sebagai pemilik hak tagih atas tagihan almarhum tantenya dan utangnya kepada tantenya.
6. Pembebasan Hutang
Pasal 1439 KUH Perdata, “Pengembalian sepucuk tanda kredit asli secara sukarela oleh kreditur kepada debitur merupakan suatu bukti tentang hutang hutangnya dan orang lain yang ikut serta secara tanggung-menanggung”.
Pasal 1441 KUH Perdata, “Pengembalian barang yang diberikan dalam gadai tidak cukup dijadikan persangkaan tentang pinjaman hutangnya”.
Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana kreditur melepaskan haknya untuk menagih hutangnya kepada debitur. Atau dengan kata lain bahwa debitur dibebaskan dari utangnya.
Pasal 1442 KUH Perdata menentukan bahwa:
A.Pembebasan hutang yang diberikan kepada debitur utama akan membebaskan pula para penanggungnya;
B. Pembebasan hutang yang diberikan kepada penanggung hutang tidak memerdekakan debitur utama;dan
C. Pembebasan utang yang diberikan kepada salah satu penanggung utang, tidak membebaskan penanggung utang yang lain.
7. Musnahnya Barang Yang Terutang.
Pasal 1444 KUH Perdata, “Jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sehingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, perikatan menjadi hapus asal saja musnah atau hilangnya barang itu bukan karena kesalahan debitur dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya.Bahkan walaupun debitur lalai menyerahkan barang itu, misalnya terlambat, perikatan juga Menghapus jika debitur dapat membuktikan bahwa musnahnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian yang merupakan kejadian yang memaksa dan barang tersebut akan mengalami nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur.”
Peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan musnahnya barang debitur, maka debitur dibebaskan dari kewajiban memenuhi prestasi terhadap krediturnya. Akan tetapi, apabila debitur mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai musnahnya barang tersebut (misalnya uang asuransi), debitur diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada kreditur.
8. Kebatalan atau Pembatalan Perikatan
Pasal 1446 KUH Perdata: “Perikatan yang dibuat oleh orang yang belum dewasa atau yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum dan atas tuntutan yang dikeluarkan oleh atau dari pihak mereka, harus dibatalkan, semata-mata mata atas dasar belum dewasa atau di bawah pengampuan . ”(Pasal 1320 KUH Perdata).
Permintaan pembatalan dilakukan oleh orang tua/wali dari pihak yang tidak cakap atau oleh pihak yang menyatakan kesepakatan karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan (Pasal 1449 KUH Perdata).Permohonan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
A.Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian itu di muka hakim;
B. Secara pasif yaitu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian itu dan disitulah baru mengajukan kekurangan persyaratan perjanjian itu.
Pasal 1454 KUH Perdata, Untuk mengajukan permohonan pembatalan perjanjian secara aktif, undang-undang memberikan suatu batas waktu selama 5 tahun yang mulai berlaku:
A.Dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan;
B.Dalam sama halnya pengampuan sejak hari pencabutan pengampuan;
C.Dalam hal ini diketahui kehilafan atau penipuan, sejak hari itu kehilafan atau penipuan itu.
Sedangkan untuk pembatalan secara pasif tidak ada batas waktunya. Dalam hubungan ini, hendaknya juga harus diingat bahwa kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian bilamana debitur melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata). Apabila suatu perjanjian dibatalkan, akibat-akibat yang timbul dari perjanjian itu dikembalikan ke keadaan semula (Pasal 1451 dan 1452 KUH Perdata). Pihak yang meminta izin dapat pula menuntut ganti rugi.
9. Berlakunya Suatu Syarat Batal
PASAL 1265 KUH Perdata, “Suatu syarat batal adalah syarat yang bila terpenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.
Syarat ini tidak menunda perikatan;ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi”.
Perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya (batalnya) digantungkan pada suatu peristiwa yang belum dan tidak akan terjadi.
Apabila suatu perikatan yang lahirnya hang maka terjadinya peristiwa itu disebut perikatan dengan syarat tanggung jawab. Sedangkan apabila suatu perikatan yang sudah ada yang berakhirnya digantungkan pada peristiwa itu, perikatan tersebut disebut perikatan dengan syarat batal. Misalnya, perjanjian sewa menyewa rumah antara A dan B yang sudah ada janji akan berakhir jika A dipindahkan ke kota lain.
10. Lewat Waktu atau Daluwarsa
PASAL 1946 KUH Perdata, “Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang”.
Daluwarsa untuk memperoleh hak atas suatu barang disebut daluwarsa acquisitif, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) yang disebut daluwarsa punah.
Dalam Pasal 1967 KUH Perdata ditentukan bahwa segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat individu, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tidak dapatlah menularkannya terhadap sesuatu tangkisan yang didasarkan pada itikad yang buruk. Dengan lewatnya waktu 30 tahun itu, hapuslah perikatan hukum dan tinggallah perikatan bebas (natuurlijke verbintenis), yaitu suatu perikatan yang dapat dipenuhi oleh debitur, namun tidak dapat dituntut oleh kreditur melalui pengadilan.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Graha Kirana Medan Stambuk 2022 :
1. Pesta Rameria Simanjuntak
2. Dedy Maurizt Simanjuntak
3. Ferdy Kurniawan
4. Muhammad Arifin Ilham